2.1.
2.1.1. Pengertian Perikatan (Verbintenis)
Dalam bahasa
Indonesia, Verbintenis
sering disebut hukum perikatan atau hukum perutangan. Hukum perikatan adalah aturan yang
mengatur hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan (vermogen
recht) antara dua orang atau lebih, yang memberi hak (recht)
pada salah pihak (kreditur) dan memberi kewajiban (plicht) pada pihak
yang lain (debitur) atas
sesuatu prestasi.[1])
Jadi perikatan adalah suatu
perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak
yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain
berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu
dinamakan kreditur sedangkan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi dinamakan
debitur atau si berhutang.
2.1.1.1.
Subjek Perikatan
Subjek perikatan adalah mereka yang memperoleh hak (kreditur) dan mereka yang
dibebani kewajiban (debitur) atas suatu prestasi. Pada prinsipnya, semua orang,
baik natuurlijke persoon maupun
rechts persoon (badan
hukum), dapat menjadi subjek perikatan.
2.1.1.2.
Objek Perikatan
Objek
perikatan (voorwerp der verbintenissen) adalah
hak pada kreditur dan kewajiban pada debitur yang dinamakan prestasi. Prestasi tersebut
dapat berupa :
a. Tindakan memberikan
sesuatu, misalnya penyerahan hak milik dalam jual beli, sewa menyewa dan lain-lain.
b. Melakukan suatu
perbuatan, misalnya melaksanakan pekerjaan tertentu.
c. Tidak berbuat, misalnya
tidak akan membangun suatu bangunan pada suatu bidang tanah tertentu.
Dalam suatu
perikatan pasti terdapat hak dan kewajiban, namun tidak semua hak dan kewajiban
merupakan perikatan dalam arti hukum. Perikatan adalah suatu hubungan hukum
yang diatur dan diakui hukum (dalam Buku II) yang berkaitan dengan lingkup
hukum kekayaan (vermogenrecht). Hubungan hukum yang bersifat hukum keluarga (familierecht)
seperti kewajiban suami isteri, tidak
termasuk dalam perikatan.[2])
Namun ada beberapa hubungan hukum dalam hukum keluarga yang
mempunyai sifat hukum harta kekayaan, misalnya wasiat, sehingga memungkinkan
penerapan ketentuan umum hukum perikatan (verbintenissen recht).[3])
Untuk menentukan apakah hubungan hukum itu masuk dalam hukum
perikatan atau tidak, pada umumnya para sarjana menggunakan ukuran apakah
hubungan hukum itu dapat dinilai dengan sejumlah uang, yakni apakah kerugian yang
diakibatkan wanprestasi atau akibat suatu perbuatan melawan hukum itu dapat
diukur dengan sejumlah uang atau tidak, (bernilai ekonomis atau tidak). Namun
demikian dalam perikatan ada hubungan hukum yang tidak dapat dinilai dengan
uang, dan hal ini dianggap sebagai suatu pengecualian.[4])
2.1.1.3.
Sumber Perikatan
Hubungan
hukum dalam perikatan tidak bisa timbul dengan sendirinya, melainkan harus
didahului oleh adanya tindakan hukum (rechhandeling) yang dilakukan
pihak-pihak, sehingga menimbulkan hak di satu sisi dan kewajiban pada pihak
lain. Suatu perikatan terjadi karena adanya perjanjian/persetujuan atau karena
tindakan yang sesuai atau tidak sesuai dengan undang-undang. Dengan demikian,
sumber perikatan itu ada dua, yakni perjanjian dan undang-undang.
2.1.1.4.
Terjadinya Perikatan
Perikatan
itu dapat terjadi karena :
a. Persetujuan
para pihak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan
“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Contohnya antara lain : perjanjian
jual beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian kredit, perjanjian deposito, dan
lain lain.
b. Undang-undang,
sebagaimana dimaksud Pasal 1352 KUH Perdata, perikatan itu dapat timbul dari
undang-undang saja atau dari undang-undang karena perbuatan orang. Selanjutnya
Pasal 1353 KUH Perdata menjelaskan bahwa perikatan yang dilahirkan dari
undang-undang karena perbuatan orang, dapat terbit dari perbuatan halal atau
dari perbuatan melanggar hukum. Atas dasar kedua pasal tersebut, dapat dikemukakan
contoh sebagai berikut :
1. Dari undang-undang semata, misalnya Pasal 45
ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan
bahwa Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka
sebaik-baiknya.
2. Dari undang-undang karena perbuatan :
a. Halal (tidak melanggar hukum), misalnya zaakwaarneming
atau perwakilan sukarela atau mewakili kepentingan orang lain tanpa diminta
atau disuruh oleh orang itu, seperti yang dimaksud oleh pasal 1354 KUHPerdata :
“jika seseorang dengan sukarela,
dengan tidak mendapat perintah untuk itu mewakili urusan orang lain dengan atau
tanpa sepengetahuan orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya
untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut sehingga orang yang
diwakili kepentingan dapat mengerjakan sendiri urusan itu”. Misalnya,
A bertetangga dengan B. Pada suatu saat A pergi ke luar negeri selama 3
bulan. B sebagai tetangga, melihat pekarangan rumah A kotor, tidak
terawat dan merusak pemandangan rumah B. Karena itulah B secara sukarela dengan
tidak mendapatkan perintah dari A merawat dan membersihkan pekarangan
rumah A. Terhadap peristiwa seperti ini maka berdasarkan pasal 1354, B
wajib untuk terus menerus membersihkan dan merawat rumah A, sampai dengan
A dapat mengerjakan sendiri pekerjaan itu.
b. Melanggar hukum (onreehtmatige daad) seperti yang dimaksud oleh pasal 1365
KUHPerdata : “tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian pada orang lain karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Misalnya, motor milik A yang
sedang diparkir ditabrak oleh mobil yang dikendarai oleh B yang sedang dalam
keadaan mabuk. Berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata, A dapat menuntut B untuk
memberikan ganti rugi pada A, atas kerugian yang diderita oleh A yang
dikarenakan perbuatan B.
2.1.2. Pengertian Perjanjian (Overeenkomst)
Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda), contract / agreement (bahasa Inggris),
dan sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai
”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut
memiliki pengertian yang sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah
tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.
Istilah kontrak atau perjanjian
dapat kita jumpai di dalam KUHPerdata, bahkan didalam ketentuan hukum tersebut
dimuat pula pengertian kontrak atau perjanjian. Disamping istilah tersebut,
kitab undang-undang juga menggunakan istilah perikatan, perutangan, namun
pengertian dari istilah tersebut tidak diberikan.
Pada pasal 1313 KUHPerdata
merumuskan pengertian perjanjian, adalah suatu perbuatan satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Dari uraian di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana
seorang atau satu pihak berjanji kepada
seorang atau pihak lain atau di mana dua orang atau dua pihak itu saling
berjanji untuk melaksanakan suatu hal sebagaimana yang tercantum dalam Pasal
1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Indonesia.
2.1.3. Hubungan antara Perjanjian dan Perikatan
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa
dimana satu orang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain dan
dimana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Indonesia. Oleh karenanya, perjanjian itu berlaku sebagai suatu
undang-undang bagi pihak
yang saling mengikatkan diri, serta mengakibatkan timbulnya suatu hubungan
antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian
itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang atau dua pihak yang
membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Sedangkan definisi
dari perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan
mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan
pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan. Perikatan merupakan suatu
pengertian yang abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkret
atau suatu peristiwa.
Dengan demikian hubungan antara perikatan dan
perjanjian adalah bahwa perjanjian itu melibatkan perikatan. Perjanji adalah
salah satu sumber perikatan disamping sumber lainnya. Suatu perjanjian
juga dinamakan suatu persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan
sesuatu. Dapat dikatakn bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu
adalah sama artinya perkataan “kontrak” lebih sempit karena ditujukan kepada
perjanjian atau persetujuan yag tertulis.